Skip to main content

[#3] Puisi Kritik Untuk Pemerintah Jakarta

[#3] Puisi Kritik Untuk Pemerintah Jakarta

Puisi kritik untuk pemerintah Jakarta. Kritikan terhadap pemerintah merupakan hal wajar, karena dengan adanya kritik dari masyarakat, pemerintah dapat instrospeksi.

Untuk memperbaiki roda pemerintahan yang dirasa masyarakat, tak berjalan sesuai dengan aturan, atau karena berlaku tidak adil.

Atau mungkin karena kinerjanya menjalankan roda pemerintahan yang tak sesuai yang di harapkan masyarakat sehingga masyarakat mengkritik.

Begitu pun halnya di DKI Jakarta ketika kinerja pemerintah tak memuaskan masyarakatnya.

Tentu masyarakatnya pun mengkritik agar kinerjanya dapat menjadi lebih baik lagi. Seperti puisi kritik untuk pemerintah Jakarta yang dipublikasikan puisi dan kata bijak kali ini.

Sebagaimana diketahui semenjak pucuk pimpinan Jakarta beralih ke Gubernur baru dari gubernur yang lama, terjadi pro dan kontra di masyarakat karena gaya kepemimpinan dua Gubernur ini berbeda.

Nah inilah yang menginspirasi puisi kritik untuk pemerintah jakarta,

Dan adapun masing masing judul puisi kritik terhadap pemerintah jakarta yang diterbitkan puisiibijak.com antara lain:

  1. Puisi manusia manusia pencari muka
  2. Puisi papan reklame Jakarta
  3. Puisi ada hawa di Alexis

Tiga puisi kritik pemerintah, dapat menjadi contoh puisi bagi pembaca yang ingin menulis puisi tentang kritik terhadap pemerintah.


Kumpulan Puisi kritik untuk pemerintah jakarta

Puisi-puisi kritik untuk pemerintahan jakarta yang dipublikasikan puisi dan kata bijak tentunya terinspirasi dari kejadian dan kenyataan yang terjadi di jakarta sehingga puisi-puisi kritik ini ada.

Nah bagaimana kata kata puisi dan maknanya dalam bait puisi krtitik yang dipublikasikan ini, untuk lebih jelasnya silahkan disimak saja berikut ini.


MANUSIA MANUSIA PENCARI MUKA
Oleh: Fredi FA

Ia sembunyikan wajah aslinya
Lalu bertopenglah ala dewa
Lidahnya menjilʌti langit
Pekiknya menjerit

Kadang pula senyum merupa
Berwarna bunglon adaptasi warna
Seolah sahabat sejati
Tapi di hatinya subur iri dengki

Dibakarnya aspal jalan
Dilariknya nendung sepekat hujan
Lalu airmatanya laksana buaya yang tenggelam dalam arus bisu
Siap menerkam demi ambisi rindu

Sepandai beo di mimbar orasinya koarkoar
Serupa tupai loncatannya sungguh aduhai


Manusia pencari muka
Lupakan wajah di kepala
Sibuk menjaja wajah di etalase negara
Ia pun banting harga
Selakulakunya

Lalu apa bedanya dengan sandiwaranya semesta
Tanyaku pada layar kaca
Ia lebih hebat memerankan lakon hidupnya
Sebab ia tak kan sedetik pun berkaca
Ia biarkan kaca di hadapannya pecah
Dan kan biarkan darah berceceran di mana-mana
Ia lebih hebat dari pendosa
Jawab layar kaca
Sesenggukan sambil berkacakaca

Sampai pecah
Melukai wajah manusia pencari muka
Berhamburan di wajahnya
Mati ditikam kaca
Kacanya sendiri
Menancap di muka
Manusia pencari muka pun kehilangan nyawa
Tanpa di kelilingi doa
Yang ada berjuta serapah
Dari muka-muka yang kemarin sempat dijilatinya

Pekalongan, 050318

PAPAN REKLAME JAKARTA
Oleh: Fredi FA

ada gambar tampan dengan senyumnya sumringah
gubernur dan stafnya
padahal banjir, padahal rakyatnya nyinyir, padahal jejer kendaraan berbaris getir
tapi papan reklame sepertinya tak ambil kuatir

entah berapa sapa asu lagi yang teriak di lorong ibukota
ibu-ibu pun pasrah
bapak-bapak tak berdaya
sedang aku di depan gang buntu
masih mencoba bersabar dengan segelas kopi yang hambar
cʋih! bʌngsat ini kopi pahit amat!
gerutuku mengumpat-sumbat

tapi di layar tivi malah tersaji tentang gubernur resah tak diikut sertakan pemberian piala presiden
yang dimahkotakan kepada persija
ah, kali ini aku kembali gelengkan kepala
buat apa sih, mau parade unjuk gigi?!!
tanyaku berkali-kali
pada saudara-saudari jakarta
yang mulai dilupakan dan terlupakan

lalu terpasang lagi dengan megah di sudut bandara
tentang pamflet habieb yang pesonanya melebihi sunan kalijaga, sebab dikelilingi banyak wanita yang kadang tidak berbʋsana
oh, inikah sandiwara?!
yang bertajuk dan tergambar di pamflet ibukota!
asʋ-asʋ menggonggong
seiring aku
di pekat hitam kopiku

Pekalongan, 180218


ADA HAWA DI ALEXIS
Oleh: Fredi FA

di belʋhan dada
tempatnya cinta menyapa
apakah dosa
atau ingkar melingkarlingkar

Ini nʋfsu siapa
Jejer pʌha bungkam bertanya
apakah retorika
ataukah niat suci menutup aurat yang kentara

ada hawa di alexis bertanya
dari pintu paling remang dan gulita
atau di muka tivi sang pejabat berdiplomasi
lips servis manja sekali

tentang hawa
ketika bersama adam diturunkan kedunia
tercipta dari tanah, bermain dengan dosa

ada hawa di alexis bertanya
apakah kita semua memanglah berdosa?
kemanakah arah surga?!

di pintu rahasia
di paling mata
di relung jiwa
di ikhlas batin
jawabnya.

Fredi FA
Pekalongan, 270318


Demikianlah puisi kritik untuk pemerintah jakarta . Simak/baca juga puisi-puisi kritik yang lain di blog ini, semoga tentang krtik pemerintah diatasdapat  menghibur dan bermanfaat. Sampai jumpa pada tema puisi menarik selanjutnya. Tetap di blog puisi dan kata bijak menyimak/membaca puisi yang kami update. Terima kasih sudah berkunjung.