Skip to main content

Prosa Ini Membosankan

Prosa Ini Membosankan
Prosa ini membosankan | Untuk berkata-katapun sudah tak sanggup di mana sayang harus dibayar dengan gula-gula harga seribu rupiah. Seperti anak-anak yang menangis karena tidak diberikan uang jajan dan melakukan mogok makan sebab sayurnya pahit semua.

Bisa saja menghitung dari satu hingga seribu, namun jemari pasti tidak akan cukup untuk membantu hingga sepasang kakipun di jadikan bahan untuk melengkapi angka. Namun apakah berhasil atau menjadi kian rumit karena kerepotan mengulang dan mengulang lagi.

Kopi itu rasanya pahit dan tidak mungkin semanis atau berlemak seperti susu, tapi selalu jadi teman yang paling akrab ketika menghabiskan hari yang terasa tidak sempurna, meneguk dan meresapi aromanya seperti batu yang hancur menjadi pasir dan siap dihamparkan untuk menandakan jejak tapak kaki hitungan pagi hingga malam dan tertidur kembali.

Gelap telah menjadi terang di mana hitam memudar dan muncul putih yang keperakkan pada pantulan butiran embun yang mencair bersama kedatangan mentari, tetapi mata telah buta tak dapat melihat apapun hingga hanya malam yang dirasakan bernaung dilingkaran jiwa yang kusam dalam kelam menapaki titian yang kabur juga bergerak-gerak tak menentu arahnya.

"Ini membosankan....

****

Terima kasih telah membaca prosa ini membosankan Simak/baca juga prosa atau puisi yang lain di blog ini, semoga prosa diatas menghibur dan bermanfaat. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Tetap di blog puisi dan kata bijak menyimak/membaca puisi yang kami update. Terima kasih sudah berkunjung.