Skip to main content

Puisi Senja Di Pelataran Hujan

Puisi Senja Di Pelataran Hujan
Puisi senja di pelataran hujan.  Hujan dan senja merupakan dua kata yang sering kita temaui dalam puisi seperti puisi senja, puisi hujan yang tentunya menceritakan tentang suasan senja dan hujan, namun kadang kedua kata kata ini hanya sebagai kata kiasan bukan menceritakan tentang hujan dan suasana senja. semisal puisi senja menjelang malam  terkadang bait bait puisi ini menceritakan tentang usia atau tentang perjalan kehidupan yang menjedihkan, begitu pun tentang puisi hujan kadang menceritakan tentang kesedihan dan kata hujan diibaratkan air mata.

Senja di pelataran hujan, salah satu dari dua puisi di kesempatan ini, dan puisi yang lain memangku rembulan. apa itu memangku, menurut kamus bahasa indonesia adalah menaruh sesuatu di atas pʌha antara pangkal pʌha serta lutut atau di atas lengan antara lengan atas serta siku, atau memeluk, agama dan sebagainya,arti yang lain memendam cita- cita atau  menyelenggarakan atau mengelola (negara, pemerintahan, dan sebagainya). Begitulah kira sekilas tentang memangku. dan masing masng judul puisi dikesempatan ini,antra lain.
  • Puisi bulan memangku di lahap kegilaan
  • Puisi senja di pelataran hujan
Bagaimana makna dan cerita dari kedua puisi tersebut, untukk lebih jelasnya , yuk kita simak saja berikut ini. di mulai dari puisi memangku bulan di lahap kegilaan

PUISI SENJA DI PELATARAN HUJAN

Senja di pelataran hujan
Menggugah rasa menyambut asa
Dari keringnya kemarau di batas dahaga

Ketika lelehan liurnya mengalirkan bening menetes titik-rintik keharuan
Dari selongsong bambu yang riuh menyerukan kegembiraan

Bahagia daun-daun kekeringan
Menyumpal resah dari tandus yang memapah
Menggamit senyum dari decak hujan basah

Desir-desir menelisir, seindah rinai yang jatuh terlampir
Di antara secuil warna merah senja yang hadir
Menepi lembut di dalam kelopak mata terukir

Hony
April, 04-2016


PUISI MEMANGKU BULAN DI LAHAP KEGILAAN

Boleh saja "kau memangku bulan"
Tiada dapat orang kan melarang
Hanya saja "buktikan kebenarannya"
Mungkinkah, kau dapat memanjat langit
Di mana tangga awan itu berada..(?)
Mustahilkan..
Atau benar-benar "kau sudah gi-la"..(?)

Dimana logikanya
Dimana alasannya
Bahkan bukti ucap saja tidak cukup
Alibimu begitu asing
Sehingga terdengar begitu senyap
(Aneh)

Seperti angin yang datang
Menembusi kulit pasi mu
Di antara keringat-keringat dingin yang menggelayuti pori-pori dagu mu..

Ya.. angin itu seakan menusuk dan melukaimu
Mencecerkan ribuan darah bening yang mengalir deras di sepanjang alirannya

Mata itu telah kosong dan hampa
Mengumpan jebak di antara sabit-sabit hari
Menunggui purnama..
Di malam-malam yang mati

Salak waktu tak lagi mengganggumu
Dimana dentangan lonceng itu seakan menghantar keterjagaan mimpi mu dari lelap yang tak kunjung menghampiri
Iya, bulan itu masih menggantung
Di kelopak matamu yang suram
Nanar oleh keinginan
Keinginan yang mustahil dari kenyataan

"Bisakah aku memangku bulan"(?)
"Sedangkan langit saja tak memberikan tangga untuk aku memanjat awan"

Gi-la..!
Sebuah kata yang terluncur begitu saja
Dari mulut mungilmu yang gemetaran
Menanti harapan di angin
Yang singgah hanya sekedar menusuki dingin

Hony
April, 05-2016


Demikianlah Puisi senja di pelataran hujan, terimaksih sudah menyimak, baca juga  puisi senja atau puisi hujan yang lain yang ada di blog ini.  Semoga puisi di atas menghibur dan bermanfaat, Jangan lupa di share puisinya, bila menurut anda menarik... Sampai jumpa di artikel puisi selanjutnya. Tetap di blog puisi dan kata bijak menyimak/membaca puisi puisi yang kami update. Terima kasih sudah berkunjung.